Beranda | Artikel
Tafsir Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun - Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 155-156
Selasa, 9 Juli 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Tafsir Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un – Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 155-156 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan RodjaTV pada Selasa, 12 Rajab 1440 H / 12 Maret 2019 M.

Kajian Tentang Tafsir Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un – Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 155-156

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّـهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴿١٥٦﴾

Dan sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan rasa lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rojiun (sesungguhnya kami itu milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala)” (QS. Al-Baqarah[2]: 155-156)

Sebagian faidahnya sudah kita ambil. Dan diantara faidahnya -kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah- adalah:

Sifat Orang Yang Sabar

Diantara sifat orang-orang yang sabar adalah menyerahkan urusan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati mereka dan lisan mereka apabila mereka ditimpa musibah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” Kemudian Allah menyebutkan siapa orang yang sabar itu. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata:

إِنَّا لِلَّـهِ

Sesungguhnya kami milik Allah.

Artinya kami menyerahkan semuanya kepada Allah. Karena Dia pemilik manusia, Dia yang memberikan musibah dan Dia juga yang mampu untuk menghilangkan musibah tersebut.

وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka kewajiban kita bahwa musibah apapun yang menimpa, serahkan semuanya kepada Allah. Hal ini bukan berarti kita tidak berusaha. Kita tetap berusaha tapi sambil kita menyerahkan semuanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Disyariatkan mengucapkan Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un

Disebutkan dalam hadits, Nabi menambahkan lagi dengan do’a:

اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي ، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا ،

“Ya Allah berikanlah aku pahala dalam musibahku ini dan gantikan untukku yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim)

Jadi kalau kita ditimpa musibah -musibah apapun yang menimpa dunia kita- disyariatkan untuk mengucapkan ini.

Kemudian Allah menyebutkan bagaimana besarnya pahala orang yang sabar. Pada ayat 157 Allah berfirman:

أُولَـٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ ﴿١٥٧﴾

Mereka itu mendapatkan shalawat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah[2]: 157)

Apa yang dimaksud dengan shalawat dari Allah? Para ulama mengatakan bahwa shalawat Allah kepada hamba artinya pujian dan sanjungan Allah kepada mereka.

Masyaallah, orang yang sabar diberikan oleh Allah tiga perkara. Dan tiga perkara ini subhanallah sesuatu yang luar biasa:

1. Shalawat Allah (pujian Allah)

Tentu kita akan lebih bergembira dipuji oleh Allah daripada dipuji manusia. Kalau kita dipuji manusia saja, kita merasakan gembira. Apalagi kalau banyak sekali pujian kepada diri kita. Tapi tentunya pujian manusia itu sering menipu. Dan pujian Allah kepada kita lebih besar dan lebih agung daripada pujian manusia. Pujian manusia kecil -tidak ada apa-apanya-. Kewajiban kita adalah mencari pujian Allah. Jangan sampai tujuan kita mencari pujian manusia. Karena kalau mencari pujian manusia, kata Ibnul Qayyim rahimahullah:

البحر الذي لا ساحل له

“bagaikan lautan yang tidak ada tepinya.”

Kita ingin mendapatkan pujian manusia dengan berbagai macam cara macam cara supaya manusia memuji kita. Padahal sebetulnya pujian manusia kepada kita -kata Rasul- seperti sembelihan. Yaitu menyembelih keikhlasan kita. Pujian manusia seringkali menimbulkan ‘ujub. Ujian manusia seringkali menimbulkan ghurur (ketertipuan dengan diri kita sendiri).

Beda dengan pujian Allah. Kalau Allah memberikan pujian kepada seorang hamba, maka Allah muliakan si hamba tersebut semulia-mulianya. Makanya orang-orang yang sabar itu, Allah puji mereka. Senantiasa Allah berikan kepada mereka kemuliaan di dunia dan akhirat.

2. Rahmat

Allah memberikan rahmat kepada orang-orang yang sabar. Dan rahmat mencakup dua perkara; rahmat berupa rezeki dan rahmat berupa taufik (kekuatan untuk bisa beramal shalih)

3. Mendapatkan hidayah

Subhanallah..

Faidah Kajian Tafsir Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un

Dari ayat ini -kata Syaikh Utsaimin- kita ambil faidah:

1. Penjelasan hikmah Allah dalam ujian yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya

Bahwa ketika Allah memberikan ujian kepada hamba, dibalik semua itu pasti ada hikmahnya. Kalaupun tidak ada hikmah kecuali untuk menggugurkan dosa, itu sudah sangat cukup. Bagaimana kalau ternyata dibalik hikmah itu Allah mengangkat derajat kita? Bagaimana kalau ternyata dibalik ujian dan cobaan itu Allah ingin menghindarkan kita dari maksiat-maksiat yang sangat banyak sekali?

Dengan adanya ujian, kita jadi tidak sombong. Dengan adanya ujian, kita selamat dari syahwat. Dengan adanya ujian, berapa banyak mudharat-mudharat dan fitnah-fitnah dunia yang kita terhindar darinya?

Ketika kita sedang sakit, mungkin syahwat saja tidak ada keinginan. Sehingga ketika syahwat kita tidak ada keinginan untuk berbuat maksiat, kita terhindar dari banyak maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita diberikan ujian rezeki yang seret, mau beli hp saja nggak bisa. Artinya Allah ingin menghindarkan kita dari fitnah hp. Alhamdulillah..

Jadi sebetulnya kalau kita pikirkan dengan akal kita, hikmah-hikmah ujian sangat luar biasa sekali. Tapi terkadang kita tidak memikirkan hikmah dibalik itu. Yang kita pikirkan adalah bahwa ujian telah merugikan kita. Ketika kita ditimpa sakit, yang kita pikirkan bahwa kita tidak bisa jalan-jalan, kita tidak bisa makan enak, dan yang lainnya. Akhirnya ngambek sama Allah.

Ketika kita dikasih rezeki yang seret, yang kita pikirkan bahwa kita tidak bisa beli ini, kenapa si Fulan bisa? Kita tidak memikirkan bahwa sebetulnya Allah ingin memalingkan kita dari fitnah dunia.

Maka ketika kita memikirkan bahwa dibalik ujian akan ada hikmah-hikmah yang luar biasa, insyaAllah itu akan menjadikan kita sabar.

2. Besarnya pahala sabar

Di sini Allah memberikan tiga pahala yang luar biasa bagi orang yang bersabar; pujian Allah kepadanya, rahmat Allah untuknya, dia mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam ayat yang lain Allah mengatakan:

إِنَّ اللَّـهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٣﴾

Sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]: 153)

Bersama dengan apa?

Dengan pertolonganNya, dengan inayahNya, dengan bantuanNya dan yang lainnya. Dalam ayat yang lain Allah mengatakan:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴿١٠﴾

Orang-orang yang sabar itu diberikan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az-Zumar[39]: 10)

Kalau amal yang lain ditulis oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat, tapi untuk sabar Allah tuliskan tanpa batas. Ini menandakan lebih dari 700 kali lipat. Ini adalah sesuatu yang luar biasa sekali. Karena kesabaran juga, Allah berikan berbagai macam keuntungan. Makanya sabar itu memang panas, tapi hasilnya manis -lebih manis dari madu-.

Banyak orang yang berkata sampai kapan kita sabar? Ada lagi berkata, “Sabar kan ada batasnya.” Padahal kalau kita pikirkan sabar tidak ada batasnya.

Kita sabar untuk shalat sampai kapan? Tentu sampai meninggal. Kita sabar untuk mentaati Allah sampai kapan? Tentu sampai meninggal. Kita sabar untuk meninggalkan maksiat sampai kapan? Tentu sampai meninggal. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mengabarkan akan adanya pemimpin-pemimpin yang lebih mementingkan dirinya dari pada rakyatnya, apa kata Rasulullah?

فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ

“Sabarlah! Sampai kalian berjumpa denganku di telaga haudh.” (HR. Bukhari)

Berarti sampai kapan? Yaitu sampai meninggal.

Memang kalau kita mengikuti perasaan, kita akan menganggap sampai kapan kita sabar terus? Tapi kalau kita khusnudzan kepada Allah lalu kita sabar dan mengikuti perintah Allah untuk sabar -Allah sudah memberikan janji yang luar biasa untuk orang yang bersabar- Insya Allah tidak lama lagi pertolongan itu akan Allah berikan.

Imam Ahmad bin Hambal disiksa selama dua tahun karena beliau disuruh dan dipaksa untuk mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk. Bahkan ketika Imam Ahmad dilepaskan dari penjara, didatangi oleh para fuqoha Bagdad dan mereka semua meminta Imam Ahmad untuk memberontak kepada penguasa yang waktu itu memang tirani mu’tazilah. Apa kata Imam Ahmad? Yaitu, “Sabar!” Ternyata tak lama kemudian Allah gantikan dengan pemimpin yang lebih baik.

Jadi kalau kita sabar, memangnya Allah diam saja? Kalau kita sabar, memangnya Allah tidak menolong kita? Kalau kita sabar, memangnya tidak akan bisa merubah keadaan? Itu adalah yang salah. Justru ketika kita sabar untuk tetap diatas sunnah, sabar tetap melaksanakan perintah Rasul, sabar untuk terus berpegang kepada tali Allah Subhanahu wa Ta’ala, wallahi hampir-hampir pertolongan Allah sudah datang kepada kita. Tapi ketika kita tidak sabar, jangan harapkan lagi pertolongan Allah kepada kita. Saat kita tidak sabar, Allah tidak lagi memberikan pertolongannya kepada kita. Yang ada adalah penyesalan demi penyesalan.

3. Penetapan akan rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala

Diantara sifat Allah adalah rahmat. Orang Indonesia menterjemahkan rahmat itu dengan kasih sayang. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Madarijus Salikin mendefinisikan makna rahmat. Kata beliau bahwa rahmat berarti usaha untuk menyampaikan berbagai macam kebaikan kepada yang disayangi dan menolak mudharat dari mereka.

Rahmat harus senantiasa disandingkan dengan ilmu. Rahmat tanpa ilmu yang ada adalah kasih sayang kebodohan. Maka kata Ibnul Qayyim, kalau ada seorang ayah yang sayang sama anaknya, tapi caranya dengan dimanjakan, diberikan semua fasilitas-fasilitas yang melalaikan si anak yang menyebabkan si anak terbiasa dengan kelalaian sampai besar. Ini hakikatnya kasih sayang yang disertai dengan kebodohan. Dia tidak sadar bahwa itu akan memudaratkan si anak nanti setelah besar.

Seorang ayah yang berilmu, maka rahmatnya disertai dengan keilmuan. Dia susahakan si anak untuk menuntut ilmu, untuk disiplin dan yang lainnya dalam rangka untuk kebaikan dia nanti setelah besar. Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala disertai dengan ilmu yang sangat luas. Maka Malaikat pemikul ‘Arsy berkata apa?

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا

Wahai Rabb kami, ilmu dan rahmatMu meluasnya segala sesuatu lihat ilmu dan rahmatMu meluasi segala sesuatu.” (QS. Ghafir[40]: 7)

Allah menyandingkan di sini antara ilmu dengan rahmat. Maka Allah sayang kepada hamba, tapi sayangnya Allah kepada hamba dengan ilmuNya. Terkadang Allah menyayangi seorang hamba dengan cara menyusahkan si hamba.

Simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-18:24

Download MP3 Kajian Tentang Tafsir Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un – Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 155-156


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47339-tafsir-inna-lillahi-wa-inna-ilaihi-rajiun-tafsir-surat-al-baqarah-ayat-155-156/